Eventbogor.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini menyoroti masalah serius: mayoritas warga Indonesia belum punya jaminan pendapatan yang cukup setelah pensiun. Menurut OJK, rasio penggantian pendapatan (replacement ratio) di Indonesia cuma sekitar 10–15% dari gaji terakhir, padahal standar ideal versi International Labour Organization (ILO) ada di angka 40%. Artinya, kebanyakan pensiunan di Indonesia bisa kehilangan sebagian besar penghasilannya begitu berhenti kerja.
Kenapa Ini Jadi Masalah Besar?
Bayangin aja, kalau gaji terakhir kamu Rp10 juta, saat pensiun mungkin cuma dapat Rp1 juta sampai Rp1,5 juta per bulan. Padahal biaya hidup, kesehatan, dan kebutuhan harian nggak bakal berhenti begitu aja. Tanpa penghasilan tambahan, masa pensiun bisa jadi masa yang berat — apalagi buat yang nggak punya tabungan atau aset produktif.
Faktor Utama Banyak Orang Belum Punya Jaminan Pensiun
- Banyak pekerja informal: Sebagian besar tenaga kerja Indonesia masih bekerja di sektor informal yang nggak punya akses ke program dana pensiun formal.
- Kepesertaan rendah: OJK mencatat, cuma sekitar 16,11% tenaga kerja yang ikut program jaminan hari tua (JHT) atau dana pensiun.
- Aset pensiun masih kecil: Aset dana pensiun di Indonesia baru sekitar 8% dari PDB. Targetnya mau naik ke 11,2% pada 2029, tapi itu butuh waktu dan kerja sama banyak pihak.
- Kurangnya literasi keuangan: Masih banyak orang yang belum paham pentingnya menabung atau investasi buat masa pensiun.
Kenapa Target 40% Itu Penting?
ILO menilai bahwa rasio penggantian minimal 40% dibutuhkan biar pensiunan tetap bisa hidup layak. Kalau jauh di bawah itu, otomatis banyak orang bakal kesulitan secara finansial setelah nggak lagi bekerja. Jadi, angka 40% ini bukan cuma angka acak — tapi standar agar hidup di masa tua tetap aman dan nyaman.