Eventbogor.com – Pada 20 Oktober 2025, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyerahkan uang hasil pemulihan kerugian negara sebesar Rp13,255 triliun kepada Menteri Keuangan. Momen ini disaksikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto dalam acara resmi di Jakarta. Uang tersebut berasal dari kasus korupsi izin ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya, yang melibatkan beberapa perusahaan besar di sektor sawit.
Asal-usul kasusnya
Kasus ini berawal dari penyelidikan atas dugaan penyalahgunaan fasilitas ekspor CPO yang menyebabkan kerugian ekonomi negara hingga Rp17 triliun. Dari hasil proses hukum, Kejagung berhasil memulihkan sebagian besar kerugian itu — dan menyerahkan uang senilai Rp13,255 triliun ke negara. Sisanya, sekitar Rp4 triliun lebih, masih dalam proses penyelesaian melalui mekanisme hukum dan jaminan aset.
Kenapa ini penting banget?
Banyak alasan kenapa penyitaan ini jadi sorotan publik. Pertama, nilainya fantastis. Rp13 triliun bukan angka kecil — kalau dikelola dengan baik, bisa bantu biayai banyak program pemerintah, mulai dari pendidikan sampai kesejahteraan masyarakat. Kedua, proses penyerahan yang disaksikan langsung oleh Presiden dan Menkeu menunjukkan komitmen pemerintah buat menegakkan transparansi dan akuntabilitas.
Bagaimana uang itu dikelola?
Setelah diserahkan, uang hasil sitaan ini masuk ke Kementerian Keuangan untuk dikelola sesuai aturan pemulihan kerugian negara. Artinya, uang ini nggak langsung bisa “dipakai” begitu saja. Ada tahapan administrasi yang harus dilewati, seperti verifikasi, penyetoran resmi ke kas negara, dan penetapan penggunaan. Dalam beberapa pernyataan, Presiden Prabowo sempat menyinggung agar dana ini bisa digunakan untuk sektor pendidikan dan kesejahteraan nelayan — tapi keputusan final tetap ada di Kemenkeu.
Kok sempat muncul angka berbeda?
Buat yang ngikutin berita sejak awal, kamu mungkin sempat dengar kalau sebelumnya Kejagung menyita sekitar Rp11,8 triliun pada pertengahan 2025. Nah, angka yang diserahkan sekarang meningkat jadi Rp13,255 triliun karena ada tambahan aset dan uang yang berhasil ditagih setelah proses lanjutan. Jadi, angka ini bisa terus berubah seiring perkembangan proses hukum.